lirik.notangkajawa.com – Tembang macapat adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jawa yang digunakan untuk menyampaikan nilai-nilai kehidupan dan filosofi. Setiap tembang macapat memiliki pola metrum tertentu yang disebut “guru gatra,” “guru lagu,” dan “guru wilangan.”
Tembang macapat juga mencerminkan perjalanan hidup manusia dari lahir hingga meninggal dunia. Inilah sebabnya mengapa tembang macapat memiliki urutan tertentu yang menggambarkan tahapan kehidupan.
Berikut adalah sebelas tembang macapat beserta makna filosofisnya:
1. Maskumambang
Makna: Melambangkan bayi yang masih dalam kandungan, menggambarkan ketidakberdayaan dan ketergantungan.
2. Mijil
Makna: Simbol kelahiran manusia dan awal perjalanan hidupnya.
3. Sinom
Makna: Melambangkan masa remaja dan semangat belajar dalam menuntut ilmu.
4. Kinanthi
Makna: Menggambarkan seseorang yang mulai mendapatkan bimbingan dan pengalaman dalam hidup.
5. Asmaradana
Makna: Melukiskan masa dewasa dengan berbagai pengalaman cinta dan asmara.
6. Gambuh
Makna: Simbol kematangan seseorang dalam memahami kehidupan dan membangun rumah tangga.
7. Dhandhanggula
Makna: Melambangkan kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kesuksesan.
8. Durma
Makna: Menggambarkan masa-masa penuh cobaan dan kesulitan dalam hidup.
9. Pangkur
Makna: Simbol seseorang yang mulai meninggalkan kesenangan duniawi dan lebih mendekatkan diri kepada kebijaksanaan.
10. Megatruh
Makna: Melukiskan fase menjelang kematian dan perpisahan dengan dunia.
11. Pocung
Makna: Simbol kematian dan perjalanan menuju kehidupan selanjutnya.
Lihat liriknya DI SINI
Setiap tembang macapat memiliki aturan baku dalam bentuk:
Tembang macapat bukan sekadar puisi tradisional, tetapi juga sarana pendidikan moral dan etika dalam budaya Jawa. Setiap tembang mencerminkan perjalanan kehidupan manusia dengan berbagai pelajaran berharga di dalamnya. Dengan memahami tembang macapat, kita dapat menggali nilai-nilai luhur yang masih relevan hingga saat ini.